Mata Bulat Bola Pingpong

Hudzaefah Elmira
1 min readNov 14, 2023

--

Aku hanya bisa memulai memori anak perempuan itu pada masa sebelum memasuki sekolah dasarnya, namun telah mencoba seragam hingga sepatu yang serba kebesaran karena memang milik kakaknya. Sesaat dia memasuki masa sekolahnya, dia adalah siswa yang tidak memiliki keberanian, bahkan walau sekadar menggunakan kerudung yang tertata rapih. Satu-satunya yang ia banggakan dalam semasa sekolah dasar adalah kejagoannya dalam bermain karet, waktu istirahat dibabatnya habis untuk itu. Untuk jajanan kesukaannya, ada seplastik batagor dan semangkuk bakso yang kuahnya hitam lekat karna kecap. Teringat adanya lahan kosong depan bangunan sekolah yang dihiasi beberapa pohon tinggi dan rumput panjang, ada beberapa anak sekelasnya yang mencoba untuk memburu kuntilanak dengan sepotong pensil di lahan itu.

Ia pernah menangis saat melihat kakaknya membeli mainan mobil remot dari hasil tabungannya sendiri. Ia tidak menabung, disebabkan dua kemungkinan: karena memang minim pemasukan atau tidak mengerti cara menabung. Satu cara dilakukan: merengek. Dan berhasil. Sebuah barbie lengkap dengan beberapa baju serta sepatu dalam dus besar berhasil didapatkannya. Namun ada mainan yang tak sempat ia dapatkan karena terlanjur beranjak remaja: stroller bayi berwarna pink yang ia lihat di sebuah toko mainan dalam kawasan pecinan yang saat ini sudah berubah menjadi Ria Busana.

Ia tidak mampu merasakan apapun, tidak mampu memikirkan apapun. Sehingga tidak mampu mengekspresikan terhadap beberapa kotak-kotak rasa. Pengenalan rasa dijumpainya dengan memburunya satu per satu, dari ruang ke ruang, dari waktu ke waktu.

Mukanya samar, namun yang aku ingat, matanya bulat.

--

--